Slow Food adalah membiasakan diri untuk membuat dan menyantap makanan dengan tidak terburu-buru sehingga selaras dengan ritme alami tubuh. Makan dengan tenang dan tidak terburu-buru akan membuat fungsi pencernaan akan bekerja dengan efektif dan optimal.Slow food juga mengajak kita kembali kepada tardisi-tradisi kuno, di mana ibu, nenek dan leluhur kita memasak dengan bumbu dan bahan makanan serba alami lalu dengan waktu yang memadai.
Slow Food adalah sebuah gerakan yang dipelopori oleh seorang jurnalis dan pemerhati pola hidup sehat asal Italia, Carlo Petrini, pada tahun 1989. Kesadaran Slow Food ini muncul ketika semakin maraknya budaya Fast Food yang menyebar dari AS ke seluruh dunia.
Budaya Fast Food tidak terlepas dari jamannyya, dimana orang ingin segala-galanya berlangsung cepat dan praktis. Terkadang, dengan alasan kepraktisan atau sedang tergesa-gesa, sarapan dilakukan di atas kendaraan sambil bermacet ria, lalu makan siang dilaksanakan sambil meneruskan pekerjaan, sedangkan makan malam disantap sambil membaca koran atau majalah yang sepanjang hari itu belum sempat tersentuh. Semua dilakukan karena harus mengejar waktu. Manusia modern memaknai waktu dengan uang. Time is money. Ritual makan dengan tenang sekeluarga sambil mengobrol santai dan mengunyah makanan hingga lumat pun semakin luntur. Gaya hidup ingin serba cepat inilah yang mendorong munculnya resto-resto cepat saji(fast food) di seluruh dunia.
Menjamurnya gerai fast food di seluruh dunia memaksa dunia menerapkan sistem pertanian monokultur. Tanaman yang ada akan seragam, sesuai dengan permintaan industri fast food, seperti ayam broiler dan gandum. Flora dan fauna lokal bisa-bisa terpinggirkan. Ayam kampung, beras cianjur, atau beras rojolele bisa jadi hanya akan menjadi cerita di kalangan generasi penerus.
Gerakan Slow Food memiliki visi bahwa suatu saat tanaman dan ternak konsumsi akan diproduksi secara alamiah, tidak terburu-buru dan dalam jumlah besar demi pasar. Pestisida, hormon, antiobiotik, dan obat-obatan sintetis pun disingkirkan. Dengan sendirinya, keseimbangan alam akan terjaga, karena makhluk yang hidup di sekitar ekosistem pertanian tidak terbunuh.
Slow Food dalam konteks Indonesia berarti mendorong masyarakat untuk kembali kepada tradisi-tradisi kuno asli Indonesia dalam hal makan dan mengolah makanan dari bahan-bahan alami yang sudah menjadi warisan turun temurun. Sehingga perlu dicari nama yang pas sebagai salah satu bagian dari gerakan kembali ke akar dan tradisi sendiri.
(Catatan KS: Gerakan Slow Food membuktikan bahwa semakin tingi peradaban pada dasarnya manusia semakin ingin hidup secara alami atau menggunakan teknologi yang selaras dengan alam. Dan peradaban tinggi itu pernah hadir di Nusantara, sayangnya kadang kita sebagai pewarisnya malah sering menampik warisan-warisannya, tapi ketika sudah diperkenalkan oleh budaya dari tempat lain kita baru terusik untuk kembali menekuni warisan-warisan kuno yang memiliki nilai tinggi dalam peradaban)
(Diadaptasi dari berbagai sumber)